Thursday 22 November 2012

ARTIKEL TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

ARTIKEL Total quality management (TQM) (tahun 1960) setelah era 1960-an, jepang dan negara – negara eropa serta amerika serikat menyadari bahwa masalah kualitas tidak mungkin cukup dikelola hanya oleh sekelompok kecil para profesional dibidang kualitas dalam kepentingan sebuah industri atau organisasi kerja. Akan tetapi, masalah kualitas adalah tanggung jawab seluruh fungsi organisasi kerja yang terlibat di dalamnya, baik dari tingkat manajemen sampai dengan pelaksana. Oleh karena pandangan tersebut, muncullah sebuah pendekatan konsep manajemen yang berorientasi pada kualitas yang dikenal dengan “Tota Quality Management (TQM)”. Pada dasarnya, TQM adalah sebuah konsep manajemen strategi pencapaian sukses jangka panjang yang berorientasi pada kepuasan konsumen dengan dukungan dan partisipasi dari seluruh anggota organisasi kerja internal maupun eksternal, peningkatan proses, kinerja produk, kinerja pelayanan, dan faktor – faktor kultural. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh w. Edwards Deming, Kaoru Ishikawa, Josep M. Juran, dan beberapa tokoh dibidang kualitas lainnya. (strategi six sigma oleh anang hidayat) TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya manusianya) dan masyarakat TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output). Tujuan utama Total Quality Management adalah perbaikan mutu pelayanan secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality Management sendiri yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Sejak tahun 1950-an pola pikir mengenai mutu terpadu atau TQM sudah muncul di daratan Amerika dan Jepang dan akhirnya Koji Kobayashi, salah satu CEO of NEC, diklaim sebagai orang pertama yang mempopulerkan TQM, yang dia lakukan pada saat memberikan pidato pada pemberian penghargaan Deming prize di tahun 1974 (Deming prize, established in December 1950 in honor of W. Edwards Deming, was originally designed to reward Japanese companies for major advances in quality improvement. Over the years it has grown, under the guidance of Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) to where it is now also available to non-Japanese companies, albeit usually operating in Japan, and also to individuals recognised as having made major contributions to the advancement of quality.) Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Perusahaan/organisasi yang ingin mengikuti perlombaan/ bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan “Quality is our best assurance of custemer allegiance, our strongest defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings”. Peningkatan produktivitas bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain meningkatkan efisiensi di bidang input atau meningkatkan hasil per satuan unit input yang digunakan dalam proses itu. Efisiensi input bisa dilakukan dengan menekan biaya produksi terutama biaya tenaga kerja. Namun pendekatan ini diragukan keberhasilannya karena hal itu akan berarti menurunkan standar hidup buruh, oleh karenanya jika pendekatan ini dilakukan malah akan menyebabkan kontra produktif. Pengalaman di Jepang untuk meningkatkan produktivitas ini adalah dengan mengintroduksi penggunaan robot terutama bagi pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang, berbahaya dan pekerjaan yang kurang disenangi. Namun cara itu bagi Amerika Utara dianggap akan menyebabkan kehilangan pekerjaan. Munculnya berbagai persoalan tersebut pada akhirnya membawa solusi dengan memberikan perhatian pada faktor manusia. Bagaimana mengarahkan karyawan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai kepuasan yang lebih besar, memperoleh motivasi yang lebih tinggi dan dengan demikian menjadi lebih produktif? Kuncinya terletak dalam partisipasi karyawan pada semua tingkatan dalam organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Sehingga muncull konsep “Gugus Kendali Mutu” (GKM) atau disebut juga Quality Control Circle (QCC). Sejalan dengan arus globalisasi, istilah GKM atau QCC semakin sering digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam upaya menuju Total Quality Management (TQM) atau manajemen kualitas terpadu. Suatu sistem manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manjemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Istilah Manajemen Mutu/Kualitas dewasa ini lazim dan merupakan metoda yang biasa digunakan oleh manajer untuk memberikan bukti pengendalian yang diperlukan untuk memuaskan pelanggan dan kebutuhan pemegang saham. TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut: 1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. 2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas. 3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 4. Memiliki komitmen jangka panjang. 5. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork). 6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan. 7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 8. Memberikan kebebasan yang terkendali. 9. Memiliki kesatuan tujuan. 10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (Tjiptono & Diana 2001:5). Prinsip-prinsip yang mempedomani TQM mencakup: 1) promosi lingkungan yang berfokus pada mutu, 2) pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan 3) perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi (deliveri.com). Lingkungan yang berfokus pada mutu adalah sebuah organisasi dimana pengadaan pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan pelanggan dan dengan biaya terjangkau menjadi konsensus di kalangan anggota organisasi tersebut. Inti pendekatan semacam ini adalah tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan, yang dengan sendirinya menunjukkan efektifitas pelayanan. Kunci untuk mengatasi tantangan tersebut di atas adalah mempromosikan perubahan pada sistem manajemen dan perilaku organisasi penyedia pelayanan. Hal ini mencakup membangun komitmen untuk perubahan, mempromosikan partisipasi semua pihak terkait dan memberdayakan tim kerja. Komitmen untuk merubah pendekatan organisasi dalam hal pengadaan pelayanan bermula dari tingkat manajer senior, tetapi perubahan itu sendiri dimanifestasikan oleh seluruh staf pada semua lapisan. Agar TQM berhasil, maka baik klien maupun tim kerja harus menjadi mitra aktif dalam pengambangan pelayanan. Secara khusus, agar pelanggan puas maka staf harus memiliki keahlian yang dibutuhkan dan rasa memiliki terhadap pelayanan. Pegawai pada semua tingkatan harus bisa melatih keleluasaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik di dalam maupun di luar organisasi. Di Indonesia, cakupan pengambilan keputusan pegawai negeri masih relatif kecil, karena mereka harus menunggu izin dari atasan mereka. Untuk berpindah dari lingkungan yang struktural dan hierarkis menuju ke pemberdayaan pegawai, perlu perubahan perilaku, ilmu dan pengetahuan baru yang cukup subtansial. Perubahan-perubahan struktural utama yang diperlukan untuk mendukung proses ini mencakup pengenalan dan penghargaan terhadap kreatifitas serta inovasi, pengenalan perbaikan yang progresif dan berlanjut serta mengadakan pelatihan untuk para staf secara terus menerus. Urgensi pengadaan pelatihan dan pendidikan secara berkesinambungan tidak bisa dipandang remeh. Untuk mencipatakan tim kerja yang terberdayakan, maka semua orang dalam lingkungan TQM perlu mendapatkan kemampuan tambahan untuk mengembangkan proses dan kinerja. Pelatihan keahlian kerja yang spesifik harus disediakan dan diperbaharui terus menerus untuk merefleksikan proses yang telah berkembang. Biasanya, tangapan awal terhadap TQM cukup positif, namun kerap hanya dalam bentuk dukungan verbal semata. Masalah mulai muncul ketika diperlukan dukungan aktif dari para manajer senior untuk menciptakan atmosfer yang kondusif, dimana staf bisa bereksperimen dan mempelajari pendekatan baru tanpa takut disalahkan, atau ketika terjadi tekanan untuk melaksanakan "proyek pesanan" (top-down). Keadaan ini bisa menyempitkan ruang lingkup TQM dan membuatnya tidak bisa berjalan dalam jangka panjang. Dalam studi banding program TQM pada kantor-kantor Dinas diketahui bahwa tipe kepemimpinan sangat instrumental dalam menanggulangi masalah tersebut. Jika manajemen senior hanya memberikan dukungan verbal, maka staf akan merespon prinsip-prinsip TQM hanya di mulut saja. Sebaliknya, jika manajemen senior berpartispasi aktif dalam proses, maka akan terjadi perubahan kualitatif mengenai kinerja para staf (deliveri.com). IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT A. PERUBAHAN LINGKUNGAN Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, terjadi berbagai perubahan dalam hampir semua aspek, misalnya dalam aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknologi, hukum, hankam, dan aspek lainnya. Berbagai tren baru dalam lingkungan manufaktur membawa dampak terhadap kualitas. Lingkungan Manufaktur Baru TREN IMPLIKASI TERHADAP MUTU 1. Fokus pada strategi manufaktur Mutu menjadi dasar strategi kekuatan bersaing 2. Produksi barang bermutu tinggi Mutu secara langsung berhubungan dengan pangsa pasar, pertumbuhan bisnis dan laba 3. Pengurangan tingkat persediaan dengan konsep just in time Pengurangan biaya persediaan 4. Skedul produksi yang ketat Peningkatan ketersediaan oleh pelanggan dipersepsikan sebagai aspek mutu 5. Bauran dan variasi produk Memungkinkan focus pada strategi dan segmentasi pasar 6. Otomatisasi mesin & peralatan Memberikan justifikasi bagi peningkatan mutu dan produktivitas 7. Daur hidup lebih singkat Memberikan peluang bagi usaha mempercepat perubahan pasar dan memasukkan teknologi baru ke dalam produk melalui program manajemen mutu 8. Perubahan organisasi Tanggung jawab mutu didelegasikan kepada unit bisnis strategik dan manajer produk 9. Teknologi informasi Memungkinkan pengendalian lebih ketat terhadap biaya mutu, manajemen mutu dan integrasi fungsional silang. Kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada kemampuan untuk memberi respons terhadap perubahan-perubahan tersebut secara efektif. Umumnya perubahan yang terjadi disebabkan oleh berbagai kekuatan yang ada, baik internal maupun eksternal. Ada empat kekuatan eksternal utama, yaitu karakteristik demografi, kemajuan teknologi, perubahan pasar, dan tekanan sosial serta politik. Kekuatan internal bisa dipengaruhi oleh masalah sumber daya manusia dan perilaku atau keputusan manajerial. 1. Permasalahan sumber daya manusia Munculnya masalah ini berkaitan dengan persepsi karyawan atas perlakuan terhadap mereka dalam pekerjaan dan kesesuaian antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasional. 2. Perilaku/keputusan manajerial Konflik interpersonal, perilaku pemimpin yang tidak sesuai, sistem penghargaan yang tidak memadai serta adanya reorganisasi structural merupakan factor-faktor pendorong perlunya perubahan yang berkaitan dengan perilaku/keputusan manajerial. Total quality management merupakan suatu konsep manajemen m,odern yang berusaha untuk merespons secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal. TQM lebih berfokus pada tujuan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelanggan dengan memasok barang dan jasa yang memiliki kualitas setinggi mungkin. Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menurut komitmen jangka panjang dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Perlunya perubahan total dikarenakan cara menjalankan bisnis dengan TQM berbeda sekali dengan cara tradisional. Perbedaan pokok adalah berupa karakteristik yang tercakup dalam unsur-unsur TQM, yang meliputi: • • Fokus pada pelanggan eksternal dan internal • • Memiliki obsesi tinggi terhadap kualitas • • Pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah • • Adanya komitmen jangka panjang • • Kerja sama tim • • Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan • • Perbaikan proses secara berkesinambungan • • Adanya pendidikan dan pelatihan karyawan yang bersifat bottom-up • • Adanya kebebasan yang terkendali • • Adanya kesatuan tujuan Munculnya TQM juga dikarenakan adanya kekurangan atau kesalahan dalam menjalankan bisnis dengan mengunakan pendekatan tradisional. Beberapa kekurangan atau kesalahan tersebut (Fandy, 1995:329), antara lain sebagai berikut: 1. Berfokus pada jangka pendek 2. Cenderung bersifat arogan, tidak berfokus pada pelanggan 3. Memandang rendah kontribusi potensial karyawan 4. Menganggap bahwa mutu yang lebih baik hanya dapat dicapai dengan biaya yang tinggi 5. Mengutamakan bossmanship bukan leadership B. PERSYARATAN IMPLEMENTASI TQM Untuk melakukan suatu perubahan sering kali tidak mudah, apalagi bila menyangkut perubahan yang bersifat fundamental dan menyeluruh. Berkaitan dengan perubahan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu berikut ini: 1. Perubahan sulit berhasil bila manajemen puncak tidak menginformasikan proses perubahan secara terus-menerus kepada para karyawannya. 2. Persepsi karyawan terhadap perubahan sangat mempengaruhi penolakan perubahan. Karyawan akan mendukung perubahan bila mereka merasa bahwa manfaat perubahan akan lebih besar daripada biaya yang ditimbulkan terutama biaya karyawan. Ada beberapa persyaratan untuk melaksanakan TQM (Goetsch, 1997:264) (Fandy, 1995:332) yaitu : 1. Komitmen manajemen puncak 2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan 3. Organization wide steering committee 4. Perencanaan dan publikasi 5. Infrastruktur yang mendukung penyebarluasan dan perbaikan terus menerus Keseluruhan persyaratan diatas merupakan tugas awal yang harus dilakukan dalam memulai implementasi TQM. Selain tugas-tugas tersebut, masih ada beberapa tugas lainnya yang harus dilakukan, yaitu sbb: 1. Melatih steering committee, yang meliputi hal-hal seperti empat belas poin deming, deming’s seven deadly diseases, tujuh alat/piranti utama perbaikan, dan pembentukan tim kerja. 2. Identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi, yaitu mengenai kemampuan statistic, pengumpulan data, dan kemampuan analisis. 3. Identifikasi pendukung potensial TQM, yaitu dengan bagian apa yang paling mungkin menjadi pendukung TQM dan siapa yang menolak TQM. 4. Identifikasi pelanggan eksternal dan internal 5. Menyusun cara untuk menentukan kepuasan pelanggan (eksternal dan internal), antara lain dengan melakukan patok duga pada perusahaan pesaing terkuat untuk mengukur perbaikan/kemajuan yang dicapai. C. PERANAN MANAJEMEN DALAM IMPLEMENTASI TQM TQM merupakan transformasi budaya yang didorong oleh definisi ulang (reengineering) terhadap peranan manajemen. Pihak manajemen harus mebubah dirinya terlebih dahulu, baik aspek nilai, keyakinan, asumsi, maupun cara mereka menjalankan bisnis. Peranan merupakan tanggung jawab, perilaku, atau prestasi kinerja yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus (Bounds, et al, 1994:1334). Selain melaksanakan kepemimpinan yang diharapkan dapat memotivasi dan mengarahkan para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi, manajemen puncak juga bertanggung jawab dalam mengatasi setiap penolakan terhadap perubahan ke arah manajemen baru. Dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan tersebut, manajer puncak dapat menggunakan salah satu strategi berikut (Kreitner dan Kinicki, 1994:737). 1. Pendidikan dan Komunikasi 2. Partisipasi dan Keterlibatan 3. Fasilitas dan Dukungan 4. Negosiasi dan Kesepakatan 5. Manipulasi dan Cooptation 6. Paksana Secara Eksplisit dan Implisit Hasil analisis yang dilakukan Benson (et al., 1991) (dalam Hessel, 2003:81) persepsi manajer mengenai manajemen kualitas ideal dan actual dengan instrument tentang delapan area kritikal manajemen kualitas, yaitu peran kepemimpinan, kebijakan kualitas, training product service design, manajemen kualitas pemasok, data kualitas dam pelaporan serta hubungan karyawan. Alat analisis digunakan adalah regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa organizational quality context ternyata mempengaruhi persepsi manajemen kualitas actual maupun ideal. D. PENDEKATAN IMPLEMENTASI YANG HARUS DIHINDARI Agar implementasi TQM dapat berjalan dengan sukses, perusahaan harus mempelajari semua informasi yang ada, baik mengenai implementasi yang sukses maupun yang gagal di perusahaan lain. Ada beberapa pendekatan implementasi TQM yang harus dihindari (Fandy, 1995:341), yaitu sbb: o Jangan melatih semua karyawan sekaligus o Jangan tergesa-gesa menerapkan TQM dengan melibatkan terlalu banyak orang dalam satu tim o Implementasi TQM tidak boleh didelegasikan o Jangan memulai implementasi bila manajemen belum benar-benar siap E. FASE-FASE IMPLEMENTASI Menurut Cortado (1993:179-182), ada lima tahap transformasi yang dilalui suatu perusahaan, yaitu tahap kesadaran awal, implementasi sebagian, aktivitas estensif, hasil-hasil nyata dan terbaik dalam industri dengan karakteristik setiap tahap. Karakteristik Lima Tahap Transformasi dalam Implementasi TQM Penerapan Awal Implementasi Sebagian Aktivitas Intensif Hasil Nyata Terbail dalam Industri Baru ada sebagian pengetahuan TQM Pengetahuan makin berkembang Setiap orang telah memahami konsep TQM Integrasi sangat baik Integrasi total Sedikit pendukung TQM Usaha sistimatis dimulai Pendekatan telah terpadu Proses teruji dan efektif Praktik yang terbaik Tidak ada rencana Ada rencana implementasi Mulai memperoleh hasil-hasil nyata TQM menjadi budaya perusahaan Melaksanakan budaya mutu Tidak ada budaya kualitas Mulai ada kesuksesan Budaya perusahaan telah berubah Hasil-hasil telah tercapai dan kontinu Hasil-hasil unggul dan kontinu Belum ada hasil nyata Budaya perusahaan mengalami perubahan Empowerment and development bersifat ekstensif Terorganisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi Meraih kelas dunia Manajemen komando & kendali Manajemen senior mulai memberi dukungan Berfokus pada perbaikan kontinu Berhasil menjadi pemimpin pasar Penyempurnaan secara kontinu Inward focused Delegasi dimulai Fokus pada pelanggan makin baik Waktu 1 – 2 tahun 1 – 2 tahun 1 – 2 tahun Kontinu Sumber: Cortado, J.W. (1993:180) Menurut George dan Weimerskirch (1994:259-269), ada enam fase utama dalam implementasi TQM, yaitu sbb: 1. Komitmen manajemen puncak terhadap perubahan 2. Penilaian system perusahaan secara internal dan eksternal 3. Pelembagaan focus pada pelanggan 4. Pelembagaan TQM dalam perencanaan strategic, keterlibatan karyawan, manajemen proses, dan system pengukuran 5. Penyesuaian dan perluasan tujuan manajemen guna memenuhi dan melampaui harapan pelanggan 6. Perbaikan atau penyempurnaan system Sementara itu, Goetsch dan Davis (1997:584-589) memberikan klasifikasi fase implementasi yang lebih rinci dan sistematis. Fase implementasi TQM dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu : 1. Fase Persiapan Langkah A: Membentuk Total Quality Steering Committee Langkah B: Membentuk Tim Langkah C: Pelatihan TQM Langkah D: Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip sebagai Pedoman Langkah E: Menyusun tujuan umum Langkah F: Komunikasi dan Publikasi Langkah G: Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Langkah H: Identifikasi Pendukung dan Penolak Langkah I: Memperkirakan Sikap Karyawan Langkah J: Mengukur Kepuasan Pelanggan 2. Fase Perencanaan Langkah K: Merencanakan pendekatan Impelementasi, kemudian menggunakan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Adjust) Langkah L: Identifikasi Proyek Langkah M: komposisi Tim Langkah N: Pelatihan Tim 3. Fase Pelaksanaan Langkah P: Penggiatan Tim Langkah Q: Umpan Balik kepada Steering Committee Langkah R: Umpan Balik dari Pelanggan Langkah S: Umpan Balik dari karyawan Langkah T: Memodifikasi Infrastruktur Keberhasilan implementasi TQM sangat dipengaruhi oleh fasilitas pendukungnya yaitu infrastruktur organisasi. Infrastruktur organisasi tersebut meliputi berikut ini: • Hubungan jangka panjang dengan pelanggan • Dukungan manajemen puncak • Manajemen tenaga kerja • Hubungan jangka panjang dengan pemasok. • Sikap kerja pekerja F. PENGARUH IMPLEMENTASI TQM PADA KINERJA ORGANISASI. Pengaruh penerapan TQM pada kinerja organisasi (Hessel, 2003:84) meliputi atas berikut ini. 1. Proses desain produk. 2. Manajemen arus proses. 3. Statistical quality control. 4. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan. 5. Sikap kerja pekerja 6. Kinerja organisai pada keunggulan kompetitif. G. HAMBATAN IMPLEMENTASI TQM DI INDONESIA. Hasil analisis implementasi TQM di Indonesia menunjukkan ketidaksempurnaan implementasi TQM dan kurangnya infrastruktur yang mendukung implementasi TQM. Secara umum, terdapat beberapa factor penyebab yang memungkinkan keadaan tersebut (Hessel, 2003:98) yaitu sbb:  Kurangnya komitmen manajemen puncak.  Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementtasi TQM.  Partial quality management  Kurangnya pengetahuan tentang kkosep TQM yang akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan kosep TQM.  Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM, dimana belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan. DAFTAR PUSTAKA Simamora, B. (2003), Membongkar Kotak Hitam Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Singarimbun, M. dan Effendi, S. (2004), Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Tjiptono, Fandy. (2005), Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta. Hardjosoedarmo, Soewarso., Dasar Dasar Total Quality Management., Andi Yogyakarta., Yogyakarta1996. Scherkenbach, Wiliam W., Deming’s Road to Improvement, SPC Press, Inc., Knoxville, Tennessee, 1991. Samani, Muchlas., Manajemen sekolah.,Depdikbud. Jakarta, 1999. Kurniadi, Erick (1998). Pengertian TQM “total quality management” & GKM. 15 Maret 2009. www. Yahoo.com www.google.com

No comments:

Post a Comment